Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Motivasi Belajar


Pada bagian ini yang akan dibahas berbagai faktor yang mempengaruhi motivasi. Kerangka teori yang digunakan dalam menjelaskan faktor-faktor tersebut adalah teori kebutuhan menurut Maslow, kebutuhan untuk berprestasi ( need for achievement), teori atribusi ( attribution teory) dan model ARCS menurut Keller.

1.Teori Kebutuhan Maslow 
Salah satu teori motivasi manusia yang cukup komprehensif ditemukan oleh Maslow (1994). Ia berpendapat kebutuhan manusia tersusun dalam bentuk hierarki terdiri dari lima tingkat. Kebutuhan tingkat yang paling rendah harus terlebih dahulu dipenuhi sebelum kebutuhan pada tingkat yang diatasnya berpungsi. Kelima kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kebutuhan fisik
Manusia selalu berkepentingan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat dasar, seperti cukup pangan, sandang dan papan. Dalam kelas kita melihat implikasi kebutuhan ini. Siswa yang lapar karena tidak sempat sarapan atau merasa kedinginin karena tidak mempunyai sepatu akan merasa terganggu konsentrasi belajarnya. Kelas yang panas, riauh dan gelap juga tidak akan membantu motivasi siswa belajar. Hal-hal seperti ini perlu mendapat perhatian guru. 

b. Kebutuhan rasa aman
Bila kebutuhan fisik terpenuhi, seseorang akan berusaha memenuhi kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu rasa aman dari kegelisahan, ancaman dan kebutuhan untuk berada dalam situasi yang dapat dikendalikan. Dalam kelas kebutuhan ini nampak pada siswa merasa tangan dan kakinya dingin sebelum melakukan pidato atau menyanyi di depan kelas. Hal ini dapat disebabkan rasa tidak aman, kawatir akan di nilai jelek oleh guru dan teman-teman yang lain. Guru dapat membantu memenuhi kebutuhan ini dengan memberikan penjelasan tentang apa yang diharapkan dapat dilakukan siswa dan kreteria apa yang digunakan untuk menilai siswa sebelum melaksanakan suatu kegiatan. Informasi seperti ini akan dapat mengurangi kecemsan siswa.

c. Kebutuhan menjadi bagian suatu kelompok
Manusia mempunyai keinginan menjadi bagian suatu kelompok untuk dapat saling member serta menerima perhatian dan penghargaan. Di sekolah, dapat kita amati adanya siswa-siswa yang berusaha menjaga hubungan yang hangat dengan teman-temannya, dan apabila guru juga sikap serupa, hal ini mungkin dapat membantu mereka termotivasi untuk belajar dengan baik. Tidak berarti kemudian guru bersikap seperti siswa, tetapi dia dapat menunjukan perhatian dan keramahan kepada siswa. Guru dapat pula menugaskan siswa dalam kelompok untuk mememnuhi kebutuhan ini. 

d. Kebutuhan di hargai
Seseorang memunyai kebutuhan untuk diakui dan dihargai berdasakan kemampuan dan kualitas yang dimilikinya. Pada dasarnya siswa ingin dihargai orang lain sebagai bukti dan keprcayaan kepada diri sendiri sebagai orang yang dirinya berguna, kompeten, dan sebagianya. Guru dapat member tugas kepada siswa sesuai dengan tingkat pemahaman dan penguasaannya, dan menantang mereka untuk mengembangkan pemahamannya lebih jauh. Dalam hal ini guru perlu memberikan balikan terhadap hasil yang dicapai siswa, sehingga siswa dapat menilai kemajuannya.

e. Kebutuhan aktualisasi diri
Menurut maslow kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang tertinggi. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan keinginan untuk mengembangkan diri semaksimal mungkin. Perwujudannya terlihat dari keinginan untuk mempelajari hal-hal baru, menikmati lukisan seni, atau keinginan untuk memiliki hidup yang berkembang dengan seimbang dalam berbagai arena kehdupan. Seseorang yang di motivasi oelh kebutuhan ini lebih bersikap mandiri dalam usaha untuk memenuhinya. Dia tidak mengharapakn peranan orang lain.dengan kata lain, motivasinya lebih bersifat intrinsic. Motivasi ini akan terlihat dari sikap siswa yang menyenangi belajartanpa harus didorong atau dipancing melalui nilai, perhatian guru yang berlebihan, atau berbagai peraturan untuk membuatnya belajar. Kondisi seperti ini tidak demikian saja terjadi apabila berbagai kebutuhan yang lebih sederhana tidak terpenuhi secara memadai. Untuk siswa seperti ini guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih bebas memilih hal-hal baru yang akan dipelajari dan kegiatan untuk mempelajarinya. Dalam konteks kelas, siswa berada pada tahap kebutuhan yang berlalnan. Siswa yang berasal dari keluarga yang berkekurangan kemungkinan tidak sempat berpikir tentang aktualisasi diri, sebab yang menjadi perhatiannya adalah bagai mana memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan siswa yang bersal dari keluarga yang berkecukupan dan stabil sacara psikologis, akan mempunyai kesempatan untuk berpikir cara mengejar pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi yang penting adalah guru dapat mengidentifikasi berbagai kebutuhan ini dan berusaha sebaik mungkin untuk membantu siswa memenuhinya.

2. Kebutuhan untuk Berprestasi
Factor yang lain dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa adalah kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement) yang banyak diulas oleh Mc.Clelland (1995) keinginan untuk berprestasi dijelaskan sebagai motif untuk mencapai suatu standar kualitas (standart of excellence). Seseorang yang digerakkan oleh motif ini akan berusaha melakukan usahanya atau pekerjaannya sebaik mungkin, tanpa memikirkan apakah hasilnya akan menguntungkan atau tidak. Ada sikap-sikap yang membedakan seseorang yang mempunyai kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi dengan yang rendah. Diantaranya adalah bahwa siswa dengan berprestasi tinggi cenderung mempunyai ketahanan (persistence). Yang tinggi dalam melakukan tugas, tidak cepat menyerah. Mereka cenderung mempunyai hasil kerja yang baik meskipun tidak ditunggui atau diawasi oleh guru. Dalam hal ini bersosialisasi dengan teman, pertemanan lebih didasarkan kepada kemampuan yang dimiliki teman lain daripada keramahan atau rasa senang.

3. Teori Atribusi
Teori atribusi menjelaskan bahwa factor kognisi mempengaruhi motivasi dan pola prilaku seseorang. Sebagaimana dikemukakan oleh Weiner (1972) seseorang akan melakukan sesuatu prilaku berprestasi bukan saja dipengaruhi oleh pemahamannya tentang kualitas tujuan yang akan dicapai, tetapi juga oleh bagaimana individu tersebut memandang penyebab keberhasilan. Apabila seseorang menganggap kemampuan pribadi dan usaha sebagai penyebab keberhasilan, mereka cenderung mencoba melakukan kegiatan untuk berprestasi. Sebaiknya, apabila dia menganggap factor keberuntungan atau kesulitan pada tugas sebagai penyebab keberhasilan atau kegagalan, orang gtersebut cenderung tidak termotivasi untuk melakukan kegiatan berprestasi. Factor ini dikaitkan dengan konsep locus of control. Menut konsep locus of control seseorang dapat bersifat internal (menganggap factor dari diri sendiri menentukan keberhasilan) atau bersifat eksternal (menganggap keberhasilan ditentukan oleh factor di luar dirinya sendiri). Kegiatan dan sikap guru di kelas dapat mempengaruhi persepsi siswa terhadap penyebab keberhasilan. Guru yang menilai hasil pekerjaan siswa berdasarkan rasa senang atau tidak senang, menggunakan pertanyaan materi yang diajarkan, atau menilai dengan cara yang tidak konsisten, dapat mengubah siswa yang internal menjadi eksternal. Dalam situasi seperti itu , siswa tidak melihat relevansi kemampuan dan usaha sebagai penyebab keberhasilan belajar. Hal ini jelas akan mempengaruhi motivasi siswa untuk belajar.

4. Model ARCS
Keller (1987) mengemukakan prinsip-prinsip motivasi yang didasarkan pada teori expectancy-value. Menurut teori expectancy-value motivasi yang dilihat dari usaha siswa, merupakan fungsi dari harapan dan penilaian. Siswa akan terdorong untuk berusaha melakukan sesuatu apabila dia mempunyai harapan untuk berhasil dalam usahanya. Siapa pun tidak ingin menjadi kecewa karena gagal. Oleh sebab itu, apabila siswa mempunyai persepsi bahwa apa yang dilakukan sangat sulit dan di luar jangkauan kemampuanya, maka dia akan kehilangan minat untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini menunjukan bahwa harapan merupakan salah satu factor mempengaruhi motivasi. Factor kedua adalah persepsi siswa mengenai nilai atau mamfaat nilai atau mamfaat yang akan diperoleh dari tercapainya suatu tujuan. Siswa tidak akan mau bersusah payah mengerjakan soal yang tidak menarik dan tidak diketahui mamfaatnya. Memang ada mata pelajaran atau tugas yang secara intrinsic menarik bagi siswa, tetapi banyak pengetahuan lain yang harus dipelajari agar siswa dapat berfungsi dengan baik dalam masyarakat. Untuk itu guru perlu berusaha menunjukan kegunaannya kepada siswa. Bahkan pada tingkat yang sangat mendasar, seperti pada belajar perkalian, guru perlu menjalaskan kepada siswa kesulitan yang akan dihadapi seseorang yang tidak mampu mengalikan bilangan. Dalam suatu proses pembelajaran, tugas-tugas perlu disusun dan disampaikan sesuai dengan kebutuhan siswa dan dengan cara yang menarik “melibatkan” totalitas siswa, serta menumbuhkan rasa percaya diri dan harapan untuk berhasil dalam diri siswa. Berdasarkan teori expectancy-value, keller mengidentifikasi 4 indikator pembelajaran yang berpengaruh terhadap motivasi belajar, disingkat sebagai ARCS, sebagai berikut.

a. Attention (perhatian)
Attention (perhatian) merupakan factor indicator motivasi siswa. Sebaik apapun persiapan mengajar guru, bila siswa telah memberikan perhatian, proses belajar tidak akan berjalan. Siswa yang memasuki ruang guru, bila siswa tidak memberikan perhatian, proses belajar tidak akan berjalan. Siswa yang memasuki ruang kelas tidak otomatis mempunyai perhatian terhadap apa yang akan diajarkan guru. Oleh sebab itu, guru perlu berusaha menciptakan rasa ingin tahu dan perhatian siswa pada awal pembelajaran, dan memeliharanya sampai tujuan belajar tercapai. Untuk mewujudkannya, guru dapat menyajikan sesuatu yang baru atau tidak lazim. Sebagai contoh ketika anda ingin mengajarkan prinsip ketidakseimbangan, anda dapat beraksi menyeimbangkan piring-piring di tangan seperti pemilik rumah makan padang, diyakini siswa anda menaruh perhatian sekali. Menarik siswa dapat pula dilakukan dengan memancing rasa ingin tahu, misalnya dengan mengajukan pertanyaan atau masalah yang kontekstual dengan lingkungan disekitarnya tentu akan lebih menarik perhatian siswa, disamping menggunakan metode yang bervariatif.

b. Relevance (relevansi)
Guru dituntut untuk dapat mengaitkan pembelajaran dengan kebutuhan, minat dan motif belajar siswa. Strategi pembelajaran dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. Pertama, orientasi tujuan dengan cara menjelaskan kepada siswa tujuan dan kegunaan pembelajaran dan cara untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Kedua, mengaitkan tujuan pembelajran dengan kebutuhan dan motif belajar siswa. Sebagai contoh guru memberikan kesempatan kepada siswa untu menyajikan hasil pekerjaan dalam bentuk tertulis atau lisan untuk mengakomodasi kebutuhan belajar dan gaya belajar yang berbeda. Ketiga, menyajikan materi menggunakan cara yang dapat dipahami siswa dan mengusahakan menggunakan apa yang telah diketahui oleh siswa. Misalnya, dengan meminta siswa memberi contoh konsep yang dibahas dengan pengalaman sendiri.

c. Confidence (rasa percaya diri) 
Berkenan dengan aspek ini, guru dituntut untuk membantu siswa mengembangkan harapan keberhasilan dalam pembelajaran. Strategi ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
  1. Menjelaskan kepada siswa persyaratan atau criteria hasil belajar. Guru menyampaikan kepada siswa kriteria penilaian untuk tugas-tugas, dan member contoh hasil pekerjaan yang dianggap bagus tahuntahun sebelumnya.
  2. Memberikan tantangan dan kesempatan untuk berhasil. Misalnya, dengan cara meminta siswa mencari dan merangkum informasi dari berbagai sumber. Sebelum siswa memulai mengerjakan suatu tugas penelitian, guru memberi masukan.
  3. Membuat hubungan antara keberhasilan belajar dengan usaha dan kemampuan siswa. Misalnya, guru memberikan balikan tertulis kepada siswa mengenai kualitas hasil tugas, dan menghargai dedikasi dan kerja keras siswa.
d. Statisfaction (kepuasan). 
Berkenan dengan aspek ini, guru dituntut mengusahakan penguatan motivasi intrinsic dan ekstrinsik pada siswa. Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan siswa, diantaranya adalah: 
  1. Menumbuhkan motivasi intrinsic siswa untuk belajar. Misalnya dengan mengundang siswa senior untuk menceritakan bagaimana mempelajari keterampilan atau membenatu adik kelasnya menyelesaikan tugas dikelas.
  2. Menumbuhkan motivasi ekstrinsik, dengan cara memberi penghargaan apabila siswa berhasil menguasai suatu keterampilan dengan baik.
  3. Memberikan balikan terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan criteria yang telah diosepakati di kelas. Sebagai penguatan guru dapa memberikan ganjaran atau insentif (ekstrinsik), misalnya member nilai bagus terhadap prestasi yang bagus.
Memang pemberian ganjaran kepada siswa dapat membuat siswa belajar. Tapi perlu diingat bahwa apabila guru terlalu menekankan pada ganjaran membuat motivasi belajar siswa hilang pada saat ganjaran tidak lagi di berikan. Yang perlu ditekankan adalah pentingnya pencaian tujuan belajar, bukan pada penerimaan ganjaran (Continue)

Untuk mendapatkan materi yang lengkap silahkan download di SINI
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Motivasi Belajar Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Motivasi Belajar Reviewed by ekabanban on 1:54 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.