Paradigma Pendidikan Masa Depan
Pendidikan berwawasan masa depan diartikan sebagai pendidikan yang dapat menjawab tantangan masa depan, yaitu suatu proses yang dapat melahirkan individu-individu yang berbekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk hidup dan berkiprah dalam era globalisasi.
Komisi Internasional bagi Pendidikan Abad ke 21 yang dibentuk oleh UNESCO
melaporkan bahwa di era global ini pendidikan dilaksanakan dengan bersandar
pada empat pilar pendidikan, yaitu
learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together (Delors, 1996).
Dalam learning to know peserta didik
belajar tentang pengetahuan yang penting sesuai dengan jenjang pendidikan yang
diikuti. Dalam learning to do peserta
didik mengembangkan keterampilan dengan memadukan pengetahuan yang dikuasai
dengan latihan (law of practice), sehingga terbentuk suatu keterampilan yang
memungkinkan peserta didik memecahkan masalah dan tantangan kehidupan. Dalam learning to be, peserta didik belajar secara
bertahap menjadi individu yang utuh, memahami arti hidup dan tahu apa yang
terbaik dan sebaiknya dilakukan, agar dapat hidup dengan baik. Dalam learning to live together, peserta didik
dapat memahami arti hidup dengan orang lain, dengan jalan saling menghormati,
saling menghargai, serta memahami tentang adanya saling ketergantungan (interdependency). Dengan terjadinya
kerusakan lingkungan yang tak terkendalikan dewasa ini diberbagai belahan
dunia, telah muncul pilar kelima dalam bidang pendidikan yaitu learning to live sustanabilies, yang
memaknai bahwa melalui pendidikan kelangsungan hidup umat manusia dan dukungan
alam yang harmonis dan berkesinambungan dapat diwujudkan. Dengan demikian,
melalui pilar pendidikan ini diharapkan peserta didik tumbuh menjadi individu
yang utuh, yang menyadari segala hak dan kewajiban, serta menguasai ilmu dan
teknologi untuk bekal dan kelangsungan hidupnya serta kelestarian lingkungan
alam tempat kehidupannya.
Dalam kaitan dengan itu, visi pendidikan nasional
kita adalah terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip untuk
dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan.
Salah satu prinsip tersebut adalah bahwa pendidikan
diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik
yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan
potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah
pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari paradigma pengajaran ke
paradigma pembelajaran.
Paradigma pengajaran yang telah berlangsung sejak lama lebih
menitikberatkan peran pendidik dalam mentransfer pengetahuan kepada peserta
didik. Seperti telah disebutkan pada pendahuluan , dewasa ini paradigma
tersebut telah bergeser menuju paradigma pembelajaran yang memberikan peran
lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan yang
dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Maka dari itu
diperlukan suatu model pendidikan yang mampu mentranspormasikan bekal
keintelekan dengan dasar keadaban yang kokoh, yang telah disebut di atas dengan
Model Pendidikan Teknohumanistik. Pendidikan teknohumanistik berlandaskan
pada tiga
acuan dasar pengembangan pendidikan (di Indonesia) yaitu, acuan filosofis, acuan nilai kultural, dan
acuan lingkungan strategis.
Acuan filosofis,
didasarkan pada abstraksi acuan hukum dan kajian empiris tentang kondisi
sekarang serta idealisasi masa depan. Secara filosofis obyek forma pendidikan adalah
proses pemanusiaan manusia, sehingga harus memiliki karakteristik: (a) mampu
mengembangkan kreativitas, kebudayaan, dan peradaban; (b) mendukung diseminasi
dan nilai keunggulan, (c) mengembangkan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan,
keadilan dan keagamaan; dan (d) mengembangkan secara berkelanjutan kinerja
kreatif dan produktif yang koheren dengan nilai-nilai moral, dan semua itu inheren
dengan cita-cita pembentukan masyarakat
Indonesia Baru, yakni apa yang disebut dengan masyarakat madani.
Pendidikan kita harus pula memiliki acuan
nilai kultural dalam penataan aspek legal. Tata nilai itu sendiri bersifat
kompleks dan berjenjang mulai dari jenjang nilai ideal, nilai instrumental,
sampai pada nilai operasional. Pada tingkat ideal, acuan pendidikan adalah
pemberdayaan untuk kemandirian dan keunggulan. Pada tingkat instrumental,
nilai-nilai yang penting perlu dikembangkan melalui pendidikan adalah otonomi,
kecakapan, kesadaran berdemokrasi, kreativitas, daya saing, estetika, kearifan,
moral, harkat, martabat dan kebanggaan. Pada tingkat operasional, pendidikan
harus menanamkan pentingnya kerja keras, sportifitas, kesiapan bersaing, dan
sekaligus bekerjasama dan disiplin diri.
Acuan lingkungan strategis mencakup lingkungan nasional dan lingkungan
global. Lingkungan nasional meliputi perubahan demografis termasuk didalamnya
penyebaran penduduk yang tidak merata dan keberhasilan KB, pengaruh ekonomi
yang tidak merata sehingga penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
meningkat, pengaruh sumber kekayaan alam yang pemanfaatannya membutuhkan
pengelolaan yang baik, pengaruh nilai sosial budaya di era global ini, dimana
munculnya nilai-nilai baru di masyarakat seperti kerja keras, keunggulan, dan
ketepatan waktu, pengaruh politik yang sejak era reformasi terasa sangat labil,
serta pengaruh ideologi dimana pendidikan ideologi perlu terkait dengan yang
universal. Lingkungan nasional yang saat ini masih dalam situasi reformasi,
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Secara nasional acuan
strategis ini mengandung arti bahwa pendidikan kita harus dapat menjawab
tantangan reformasi dan membawa negeri ini kepada suatu kondisi secara aktual
siap untuk bersaing.
Lingkungan global ditandai antara lain dengan pesatnya perkembangan teknologi
informasi sehingga kita tidak bisa menjadi warga lokal dan nasional saja,
tetapi juga warga dunia. Lingkungan strategis sangat berpengaruh bagaimana
pendidikan masa depan tersebut hendaknya dirancang.
Sebagai implikasi dari globalisasi dan reformasi tersebut, terjadi
perubahan pada paradigma pendidikan. Perubahan tersebut menyangkut, pertama: paradigma proses pendidikan
yang berorientasi pada pengajaran dimana guru lebih menjadi pusat informasi,
bergeser pada proses pendidikan yang berorientasi pada pembelajaran dimana
peserta didik menjadi sumber (student center). Dengan banyaknya
sumber belajar alternatif yang bisa menggantikan fungsi dan peran guru, maka
peran guru berubah menjadi fasilitator. Kedua,
paradigma proses pendidikan tradisional yang berorientasi pada pendekatan
klasikal dan format di dalam kelas, bergeser ke model pembelajaran yang lebih
fleksibel, seperti pendidikan dengan sistem jarak jauh. Ketiga, mutu pendidikan menjadi prioritas (berarti kualitas
menjadi internasional). Keempat, semakin populernya pendidikan
seumur hidup dan makin mencairnya batas antara pendidikan di sekolah dan di
luar sekolah. Kelima, dengan makin
berkembangnya pendidikan sain dan teknologi, dan demi kesejahtraan manusia dan
lingkungan, maka pengembangan sain dan teknologi tersebut harus didasarkan pada
nilai-nilai kemanusiaan.
Kondisi ini mengharuskan pendidikan menerapkan berbagai
prinsip yang sangat mendasar seperti penerapan standar mutu sehingga kita bisa
bersaing dengan dunia global, dan penggunaan berbagai cara belajar dengan
mendayagunakan sumber belajar. Bila kita cermati ketiga acuan di atas merupakan
dasar hukum dan operasional pengembangan pendidikan masa depan. Dalam
pembangunan pendidikan ke depan ini, ketiga acuan tersebut merupakan dasar
dalam mengembangkan cetat biru (blueprint) pendidikan nasional.
Paradigma Pendidikan Masa Depan
Reviewed by ekabanban
on
5:26 PM
Rating:
No comments: